Cerita Seru: Bayangan Yang Menyeret Jubah Kaisar
Gerbang Kota Chang'an menjulang, bisu menyaksikan dua bocah lelaki bermain di antara bayangan istana. Lian, putra seorang jenderal yang setia, dan Zhao, pangeran mahkota yang kesepian. Mereka tumbuh bersama, saling berbagi rahasia di bawah rembulan yang sama, mengukir janji persaudaraan di atas pasir waktu yang tak terhindarkan.
"Lian," bisik Zhao suatu malam, bintang-bintang menari di matanya yang kelam, "Kau akan selalu berada di sisiku, bukan? Kau akan melindungiku dari segala ancaman?"
Lian, dengan keteguhan baja yang tersembunyi di balik senyumnya yang polos, mengangguk. "Nyawa ini milikmu, Pangeran. Sampai akhir hayat."
Namun, janji adalah ilusi, terutama di istana yang penuh intrik. Bertahun-tahun berlalu, persahabatan mereka teruji oleh ambisi dan pengkhianatan. Zhao, yang kini Kaisar, dililit oleh kekuasaan yang korosif. Lian, sang jenderal yang terhormat, melihat sahabatnya berubah menjadi tirani haus darah.
"Zhao, apa yang telah terjadi padamu?" tanya Lian suatu malam, suaranya bergetar di aula yang sunyi. Lilin menari-nari, melemparkan bayangan aneh di wajah Kaisar.
Zhao tertawa, tawa dingin yang tidak lagi dikenali Lian. "Naifnya kau, Lian. Kekuasaan mengubah segalanya. Semua, termasuk persahabatan."
Misteri mulai terkuak seperti kelopak bunga beracun. Ternyata, di balik kesetiaan Lian, tersimpan dendam yang membara. Ayahnya, jenderal yang dulu begitu setia, telah DIFITNAH dan dieksekusi oleh Kaisar sebelumnya, yang ternyata diperintahkan oleh...Zhao, di bawah pengaruh para kasim licik.
"Kau tahu, Lian," bisik Zhao, matanya menyipit seperti ular, "Aku selalu tahu kau mencurigakan. Terlalu setia, terlalu sempurna. Aku bahkan tahu tentang surat itu... surat yang membuktikan bahwa kaulah yang mengkhianati ayahmu sendiri, untuk merebut posisinya!"
Kata-kata itu menghantam Lian seperti badai. Rasa sakit mengoyak dadanya. Itu adalah FITNAH! Ia bersumpah akan membalas dendam, bukan atas kematian ayahnya, tapi atas pengkhianatan persahabatan mereka.
Malam itu, di tengah badai petir yang mengamuk, Lian menerobos masuk ke kamar Kaisar. Pedangnya berkilauan di bawah cahaya kilat.
"Dendam ini, Zhao, bukan hanya untuk ayahku, tapi untuk semua jiwa yang kau hancurkan!" raung Lian.
Pertarungan sengit pun terjadi. Pedang beradu, kilat menyambar-nyambar, seolah alam semesta ikut berduka. Pada akhirnya, Lian berhasil melukai Zhao. Kaisar terhuyung mundur, darah membasahi jubah kebesarannya.
"Kenapa, Lian? Kenapa kau mengkhianatiku?" bisik Zhao, napasnya tersengal-sengal.
Lian menatapnya dengan tatapan sedingin es. "Kau yang pertama kali mengkhianatiku. Ingatlah itu, Zhao. Ingatlah janji kita di bawah rembulan..."
Lian mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Pengkhianatan harus dibayar dengan darah. Keadilan harus ditegakkan. Kebenaran...
Tepat saat pedang itu hendak menebas, Zhao tersenyum lemah, tangannya terulur, menyentuh jubah kaisarnya yang berlumuran darah.
"Kau... TIDAK AKAN PERNAH... tahu... kebenaran yang sebenarnya..."
You Might Also Like: Capture Magic Concert Photography At