Langit Yang Terbelah Karena Nama Yang Sama
Rinai musim gugur membasahi jendela paviliun usang. Mei, seorang pelukis muda yang baru saja pindah ke desa terpencil itu, mengernyit. Setiap tetes air bagaikan bisikan; Lin. Bukan namanya, bukan pula nama yang ia kenal. Tapi nama itu… membakar sesuatu di dalam dadanya.
Desa Yunxi dipenuhi legenda. Katanya, di lembah itu berdiri sebuah kerajaan megah ribuan tahun lalu, hancur karena pengkhianatan. Mei tidak percaya takhayul, tapi senyum seorang pria bernama Lao Chen, penjaga perpustakaan desa, membuatnya merinding. Lao Chen selalu menatapnya seolah mengenalnya, bahkan menawarkan gulungan kuno yang seharusnya tidak boleh dilihat sembarang orang.
"Mungkin ini akan membantumu mengingat, Nona Mei," ucap Lao Chen, matanya menyimpan lautan kesedihan. Gulungan itu menceritakan kisah seorang putri bernama LIN, pewaris takhta yang cantik dan bijaksana. Lin dicintai rakyatnya, namun dikhianati oleh Jenderal Zhao, tangan kanannya sendiri, demi kekuasaan.
Mei mulai bermimpi. Mimpi-mimpi itu hidup, penuh warna, dan menyakitkan. Ia melihat istana yang gemerlap, merasakan ciuman angin di wajahnya saat menunggang kuda, dan merasakan tikaman pedang Jenderal Zhao di punggungnya. Di mimpinya, ia mati sendirian di bawah pohon sakura yang berguguran.
Setiap mimpi, nama Jenderal Zhao terasa semakin familiar. Lalu, suatu siang, Mei melihat seorang pria di pasar desa. Dia tinggi, berwibawa, dan memiliki tatapan mata yang menusuk. Namanya, menurut desas-desus, adalah Zhao Wei. Pengusaha kaya raya yang baru saja membeli tanah di Yunxi.
Saat mata mereka bertemu, Mei terhenti. Jantungnya berdebar kencang. Pengkhianat. Kata itu berputar di benaknya. Ia tahu. Ia PASTI tahu. Zhao Wei adalah reinkarnasi Jenderal Zhao.
Zhao Wei tersenyum padanya, senyum yang sama dengan senyum Jenderal Zhao di mimpinya – senyum licik dan haus kekuasaan. Zhao Wei menawarkannya pekerjaan, komisi besar untuk melukis potret dirinya. Mei menerimanya.
Selama berbulan-bulan, Mei melukis Zhao Wei. Ia menuangkan setiap detail wajahnya ke kanvas, menyimpan setiap ekspresi di ingatannya. Lalu, tibalah hari terakhir. Mei menyerahkan potret itu, bukan lukisan biasa, melainkan lukisan yang diberkati dengan mantra kuno yang dipelajarinya dari gulungan Lao Chen. Mantra itu tidak akan membunuh Zhao Wei, tidak secara fisik. Tetapi, itu akan menghantuinya dengan ingatan tentang pengkhianatannya di kehidupan sebelumnya, membuatnya sadar akan kejahatannya, dan meruntuhkan kerajaan bisnisnya satu per satu.
Zhao Wei menerima lukisan itu dengan angkuh. Ia tidak tahu bahwa ia telah menerima hukuman yang lebih berat dari kematian.
Beberapa tahun kemudian, Mei, yang kini dikenal sebagai seniman terkenal, mendengar kabar tentang Zhao Wei. Bisnisnya hancur, reputasinya tercemar, dan ia hidup dalam penyesalan yang mendalam. Mei tidak pernah mengunjunginya, tidak pernah berbicara dengannya lagi. Balas dendamnya terasa manis, seperti teh pahit di sore yang dingin.
Mei kembali ke desa Yunxi. Di bawah pohon sakura tua, ia tersenyum tipis. "Mungkin... di kehidupan selanjutnya, kita akan bertemu lagi, Lin," gumam Lao Chen, menatap Mei dengan tatapan yang penuh harapan. Mei membalas tatapan itu, lalu berjalan menjauh, meninggalkan sebuah janji:
Penghakiman abadi menunggumu, dan cinta yang hilang akan menemuimu di bawah bintang-bintang yang berkilauan.
You Might Also Like: Reseller Kosmetik Reseller Dropship Di